Jejak Letusan Dahsyat Krakatau 1883
Perkenalan pertama saya pada letusan dahsyat
Krakatau adalah lewat episode “SAIJAH AND ADINDA” dari film Max Havelaar
of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij , yang
disutradarai Fons Rademakers, produksi PT Mondial Motion Pictures &
Fons Rademakers Productie BV. Pada film ini digambarkan suasana ketika
gempa makin kuat dan makin
sering terjadi, sebelum meletusnya Krakatau. Pada letusan pertama
tanggal 27 Agustus 1883, penduduk Rangkasbitung masih belum mau
mengungsi, meskipun langit gelap dan hujan abu turun dengan deras.
Apalagi keesokan harinya, langit cerah dengan banyak gempa susulan.
Sesaat sebelum letusan kedua tanggal 28 Agustus 1883, terjadi gempa
besar yang diikuti surutnya air laut. Penduduk masih belum menyadari
akan bahaya timbulnya tsunami. Mereka bahkan beramai-ramai turun ke
pantai untuk memunguti ikan yang terdampar di pantai, akibat surutnya
air laut. Ditengah kesibukan memunguti ikan itu, sekonyong-konyong
datanglah air bah yang menyapu seluruh pantai, diikuti ledakan besar
yang membuat langit pekat dengan abu dan hujan batu yang mengerikan. Tak
ada yang tersisa dari Rangkasbitung saat itu.
Perkenalan kedua
adalah lewat Monumen Krakatau yang terletak di Jl. WR Supratman Teluk
Betung Selatan, Bandar Lampung (tepat di depan Markas Polda Lampung).
Monumen yang berupa lampu kapal yang terdampar saat tsunami yang
mengiringi letusan Krakatau ini, tingginya 2 meter dengan diameter 1,5
meter. Pada monumen ini juga digambarkan relief yang menunjukkan
kehidupan masyarakat sebelum dan pada saat terjadinya letusan dahsyat
Krakatau itu. Terlihat gambar masyarakat yang berbondong-bondong
mengungsi dengan membawa barang-barang yang diletakkan diatas kepala.
Kemudian, ada juga gambar relief Krakatau yang meletus, hingga kehidupan
sehari-hari masyarakat di pesisir laut.
Di Banten, legenda kedahsyatan letusan Krakatau dimaknai sebagai kemurkaan penguasa Laut Selatan.
Alkisah, bertahtalah seorang ratu di laut selatan. Ia cantik rupawan,
parasnya elok menawan. Tiada yang menyamai kecantikannya di seluruh
dunia. Ia bernama Nyai Roro Kidul. Dialah ratu para lelembut di tanah
Jawa. Di dalam istana, ia duduk di sebuah ruangan bernuansakan kuning
keemasan , Nyai Roro Kidul bercengkerama di tilam emas, dalam istananya
yang megah berhiaskan intan mutiara. Di sampingnya jin setan peri
prayangan siap melayani segala kebutuhannya. Semua hiasan rumah dan
pagar-pagar berlapis emas berlian. Buah-buahan dan bunga-bunga menarik
perhatian. (Dari Babad Tanah Jawi disebutkan demikian: Kacariyos, ing
seganten kidul ngriku wonten ingkang jumeneng ratu wanudya, nglangkungi
ayunipun. Ing sajagad mboten wonten ingkang nyameni. Anama Roro Kidul.
Angreh sawernine lelembut tanah Jawi sedaya. Kala semanten Roro Kidul
pinuju wonten ing dalem. Pinarak ing Katil Mas, tinaretes ing sesotya,
ingadhep para jim, setan, peri, prayangan. Kedhatonipun Nyai Roro Kidul,
nglangkungi sae. Woh-wohan saha sesekaranipun adi-adi sedaya, ing
dharatan mboten wonten sesaminipun)
Sedangkan dalam masyarakat transmigran Jawa di Lampung, kedahsyatan Krakatau diasosiasikan dengan Kyai Sapu Jagat.
Mitos tentang letusan gunung berapi diyakini berasal dari dua sumber
kekuatan manusia yaitu Nyai Roro Kidul (sebagai wanita) penguasa atau
penjaga Laut Selatan dan Kyai Sapu Jagad sebagai penguasa gunung berapi
(sebagai laki-laki). Kemudian peristiwa letusan yang ditandai dengan
keluarnya lava diasosiasikan sebagai keluarnya benih laki-laki pada saat
persetubuhan, tanda persatuan laki-laki dan perempuan. (Pranata Sosial
Jawa )
Perkenalan kedua adalah lewat Monumen Krakatau yang terletak di Jl. WR Supratman Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung (tepat di depan Markas Polda Lampung). Monumen yang berupa lampu kapal yang terdampar saat tsunami yang mengiringi letusan Krakatau ini, tingginya 2 meter dengan diameter 1,5 meter. Pada monumen ini juga digambarkan relief yang menunjukkan kehidupan masyarakat sebelum dan pada saat terjadinya letusan dahsyat Krakatau itu. Terlihat gambar masyarakat yang berbondong-bondong mengungsi dengan membawa barang-barang yang diletakkan diatas kepala. Kemudian, ada juga gambar relief Krakatau yang meletus, hingga kehidupan sehari-hari masyarakat di pesisir laut.
Di Banten, legenda kedahsyatan letusan Krakatau dimaknai sebagai kemurkaan penguasa Laut Selatan.
Alkisah, bertahtalah seorang ratu di laut selatan. Ia cantik rupawan, parasnya elok menawan. Tiada yang menyamai kecantikannya di seluruh dunia. Ia bernama Nyai Roro Kidul. Dialah ratu para lelembut di tanah Jawa. Di dalam istana, ia duduk di sebuah ruangan bernuansakan kuning keemasan , Nyai Roro Kidul bercengkerama di tilam emas, dalam istananya yang megah berhiaskan intan mutiara. Di sampingnya jin setan peri prayangan siap melayani segala kebutuhannya. Semua hiasan rumah dan pagar-pagar berlapis emas berlian. Buah-buahan dan bunga-bunga menarik perhatian. (Dari Babad Tanah Jawi disebutkan demikian: Kacariyos, ing seganten kidul ngriku wonten ingkang jumeneng ratu wanudya, nglangkungi ayunipun. Ing sajagad mboten wonten ingkang nyameni. Anama Roro Kidul. Angreh sawernine lelembut tanah Jawi sedaya. Kala semanten Roro Kidul pinuju wonten ing dalem. Pinarak ing Katil Mas, tinaretes ing sesotya, ingadhep para jim, setan, peri, prayangan. Kedhatonipun Nyai Roro Kidul, nglangkungi sae. Woh-wohan saha sesekaranipun adi-adi sedaya, ing dharatan mboten wonten sesaminipun)
Sedangkan dalam masyarakat transmigran Jawa di Lampung, kedahsyatan Krakatau diasosiasikan dengan Kyai Sapu Jagat.
Mitos tentang letusan gunung berapi diyakini berasal dari dua sumber kekuatan manusia yaitu Nyai Roro Kidul (sebagai wanita) penguasa atau penjaga Laut Selatan dan Kyai Sapu Jagad sebagai penguasa gunung berapi (sebagai laki-laki). Kemudian peristiwa letusan yang ditandai dengan keluarnya lava diasosiasikan sebagai keluarnya benih laki-laki pada saat persetubuhan, tanda persatuan laki-laki dan perempuan. (Pranata Sosial Jawa )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar