Rabu, Oktober 24, 2012

Pengetahuan umum


Jejak Letusan Dahsyat Krakatau 1883

Perkenalan pertama saya pada letusan dahsyat Krakatau adalah lewat episode “SAIJAH AND ADINDA” dari film Max Havelaar of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij , yang disutradarai Fons Rademakers, produksi PT Mondial Motion Pictures & Fons Rademakers Productie BV. Pada film ini digambarkan suasana ketika gempa makin kuat dan makin sering terjadi, sebelum meletusnya Krakatau. Pada letusan pertama tanggal 27 Agustus 1883, penduduk Rangkasbitung masih belum mau mengungsi, meskipun langit gelap dan hujan abu turun dengan deras. Apalagi keesokan harinya, langit cerah dengan banyak gempa susulan. Sesaat sebelum letusan kedua tanggal 28 Agustus 1883, terjadi gempa besar yang diikuti surutnya air laut. Penduduk masih belum menyadari akan bahaya timbulnya tsunami. Mereka bahkan beramai-ramai turun ke pantai untuk memunguti ikan yang terdampar di pantai, akibat surutnya air laut. Ditengah kesibukan memunguti ikan itu, sekonyong-konyong datanglah air bah yang menyapu seluruh pantai, diikuti ledakan besar yang membuat langit pekat dengan abu dan hujan batu yang mengerikan. Tak ada yang tersisa dari Rangkasbitung saat itu.


Perkenalan kedua adalah lewat Monumen Krakatau yang terletak di Jl. WR Supratman Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung (tepat di depan Markas Polda Lampung). Monumen yang berupa lampu kapal yang terdampar saat tsunami yang mengiringi letusan Krakatau ini, tingginya 2 meter dengan diameter 1,5 meter. Pada monumen ini juga digambarkan relief yang menunjukkan kehidupan masyarakat sebelum dan pada saat terjadinya letusan dahsyat Krakatau itu. Terlihat gambar masyarakat yang berbondong-bondong mengungsi dengan membawa barang-barang yang diletakkan diatas kepala. Kemudian, ada juga gambar relief Krakatau yang meletus, hingga kehidupan sehari-hari masyarakat di pesisir laut.

Di Banten, legenda kedahsyatan letusan Krakatau dimaknai sebagai kemurkaan penguasa Laut Selatan.

Alkisah, bertahtalah seorang ratu di laut selatan. Ia cantik rupawan, parasnya elok menawan. Tiada yang menyamai kecantikannya di seluruh dunia. Ia bernama Nyai Roro Kidul. Dialah ratu para lelembut di tanah Jawa. Di dalam istana, ia duduk di sebuah ruangan bernuansakan kuning keemasan , Nyai Roro Kidul bercengkerama di tilam emas, dalam istananya yang megah berhiaskan intan mutiara. Di sampingnya jin setan peri prayangan siap melayani segala kebutuhannya. Semua hiasan rumah dan pagar-pagar berlapis emas berlian. Buah-buahan dan bunga-bunga menarik perhatian. (Dari Babad Tanah Jawi disebutkan demikian: Kacariyos, ing seganten kidul ngriku wonten ingkang jumeneng ratu wanudya, nglangkungi ayunipun. Ing sajagad mboten wonten ingkang nyameni. Anama Roro Kidul. Angreh sawernine lelembut tanah Jawi sedaya. Kala semanten Roro Kidul pinuju wonten ing dalem. Pinarak ing Katil Mas, tinaretes ing sesotya, ingadhep para jim, setan, peri, prayangan. Kedhatonipun Nyai Roro Kidul, nglangkungi sae. Woh-wohan saha sesekaranipun adi-adi sedaya, ing dharatan mboten wonten sesaminipun)

Sedangkan dalam masyarakat transmigran Jawa di Lampung, kedahsyatan Krakatau diasosiasikan dengan Kyai Sapu Jagat.

Mitos tentang letusan gunung berapi diyakini berasal dari dua sumber kekuatan manusia yaitu Nyai Roro Kidul (sebagai wanita) penguasa atau penjaga Laut Selatan dan Kyai Sapu Jagad sebagai penguasa gunung berapi (sebagai laki-laki). Kemudian peristiwa letusan yang ditandai dengan keluarnya lava diasosiasikan sebagai keluarnya benih laki-laki pada saat persetubuhan, tanda persatuan laki-laki dan perempuan. (Pranata Sosial Jawa )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar